Prasasti yang ada di bangunan Graha Parahyangan |
Konservasi bangunan wisma Parahyangan dilakukan oleh Pusat Pelestarian Benda Dan Bangunan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang mulai dibentuk tanggal 1 April 2009. Dibentuknya unit organisasi ini adalah dalam upaya mengembalikan dan mengawasi benda dan bangunan bersejarah milik perusahaan yang selama ini dipelihara dan direnovasi dengan mengabaikan kaidah-kaidah pelestarian bangunan cagar budaya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya.
Konservasi yang dilakukan selain mengembalikan bentuk bangunan ke bentuk asli saat dibangun namun juga berusaha mengembalikan material-material yang masih asli yang ditinggalkan tapi masih dapat terpakai yang kemudian dilakukan pembersihan dan perawatan (coating) sesuai jenis bahan agar dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama. Bahan material tersebut terutama yang terbuat dari batu, kayu dan bagian lantai. Material-material asli tersebut dikenali sebagai material yang bermutu tinggi pada jamannya dan hingga sekarang masih tetap utuh.
Selain segi material, dari segi struktur bangunanpun dinilai masih kokoh dan kuat baik struktur pondasi dan struktur atap sehingga dapat dipastikan bahwa bangunan ini masih dapat bertahan hingga puluhan atau ratusan tahun ke depan jika dilakukan perawatan secara benar.
Nilai yang perlu dilestarikan dari bangunan ini adalah struktur konstruksi bangunan serta bahan material yang digunakan dapat menjadi penelitian untuk teknologi bangunan gedung pada masa pembangunannya. Arsitektural dan tata ruang gedung mampu menjadi kajian bagi para ahli sosiologi untuk menggambarkan tata pergaulan sosial dalam rumah tangga dan lingkungan pada jaman itu.
Setelah dilakukan konservasi, maka direncanakan bangunan gedung ini akan difungsikan sebagai area :
1. Pameran Museum & Galeri Benda Perkeretaapian;
2. Ruang Rapat;
3. Cafe;
4. Pesta.
Pusat Pelestarian Benda Bersejarah PTKA tidak saja melakukan konservasi terhadap bangunan, namun termasuk juga pada nilai-nilai estetika dan tata ruang agar dapat dimanfaatkan dan disesuaikan dengan kondisi saat ini. Revitalisasi yang dilakukan adalah memanfaatkan kembali bangunan yang semula sebagai rumah tinggal menjadi area publik yang mampu mendatangkan manfaat bagi masyarakat dan bagi perusahaan selaku pemilik bangunan.
Revitalisasi inipun diharapkan sebagai “pilot project” untuk bangunan-bangunan milik perusahaan yang masuk dalam kategori Bangunan Cagar Budaya dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai acuan standar dalam melakukan proses pelaksanaan pelestarian Bangunan Cagar Budaya khususnya eks rumah dinas peninggalan Belanda.